Dikala keadaan sedang tidak berpihak, dan nafas terasa begitu sesak. Kemana
kita harus melangkah.....? kepada siapa kita harus mengadu.....? walau hati
hancur sehancur-hancurnya, kita jadikan itu sebuah histori agar tetap bersemayam. Karna kita tenang..
Waktu terus berputar, musim silih berganti, hari-hari kembali kita lalui
layaknya manusia biasa. Selalu tersenyum di setiap keadaan. Hingga akhirnya
menjadi bagian dari hidup merupakan sebuah anugrah yang tak pernah ternilai.
Betapa angkuhnya kita jika menjalani semua tanpa memanjatkan rasa syukur kepada Sang Pencipta, pemilik alam semesta.
Betapa angkuhnya kita jika menjalani semua tanpa memanjatkan rasa syukur kepada Sang Pencipta, pemilik alam semesta.
Ada banyak cara mensyukuri nikmat kita pada Yang Maha Kuasa. Salah satunya
dengan menjalankan ibadah sesuai dengan yang telah yang diajarkan. Tapi
apakah kita sudah melaksanakan ibadah sesuai dengan yang seharusnya? Mari kita
renungkan bersama.
Secara etimologi ibadah
memiliki arti merendahkan diri atau tunduk kepada Allah SWT. Sedangkan menurut
termonologi ibadah memiliki banyak arti. Ibadah
merupakan taat kepada Allah dengan melaksankan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
Sedangkan arti lain, ibadah yaitu merendahkan diri kepada Allah yaitu tingkatan tunduk tertinggi yang disertai rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Arti lainnya menyebutkan ibadah merupakan sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhoi oleh Allah SWT. baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang zhahir maupun batin.
Sedangkan arti lain, ibadah yaitu merendahkan diri kepada Allah yaitu tingkatan tunduk tertinggi yang disertai rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Arti lainnya menyebutkan ibadah merupakan sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhoi oleh Allah SWT. baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang zhahir maupun batin.
Ibadah sendiri dibagi
menjadi 2, ibadah Mahdhah (khusus) dan
Ghoiru Mahdhah. Ibadah mahdhah yaitu ibadah yang
murni hubungan antara hamba dengan Allah. Dimana dalam pelaksanaannya terdapat
rukun, syarat dan ketentuan yang harus dilaksanakan agar ibadah tersebut dapat
diterima oleh Allah. Contohnya
: sholat, haji, puasa, zakat, dll.
Sedangkan ibadah Ghoiru Mahdhah (tidak murni semata hubungan dengan Allah)
yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan
hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Contohnya : membantu teman, menyingirkan
batu yang ada di tengah jalan, dll.
Diantara ibadah mahdhah dan ghoiru mahdhah masing-masing memiliki syarat
diterimanya. Namun dari keduanya, sama-sama memiliki syarat dasar, yaitu niat yang benar. Apakah niat
begitu penting? Hingga semua amalan punya syarat dasar yaitu niat.
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما
نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ
ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا
فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليه
ِ“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada
niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang
hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijranya untuk Allah dan Rasul-Nya,
barangsiapa yang hijrahnya karena dunia atau wanita yang ingin dinikahinya,
maka hijrahnya kepada apa yang ia tuju.
(Hr. Bukhari dan Muslim)
Perkara niat ini memang sangat penting. Pasalnya setiap amalan itu
tergantung pada niatnya. Dan kita hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang kita
niatkan. Akan sangat rugi jika semua perjuangan yang kita lakukan ternyata
tidak didasari dengan niat yang benar.
Jika kita acukan pada sholat kita, sholat yang notabenya sebagai tiang
agama, atau dalam bahasa sekarangnya core of the core nya iman. Bagaimana dengan
sholat kita...? selama ini kita sholat untuk siapa.....?
ketika sholat yang kita pikirkan hanya dunia. Do’a do’a yang kita panjatkan hanya untuk kepentingan pribadi kita. Betapa hinanya kita, jika ibadah yang kita lakukan selama ini bukan kita tujukan untuk ALLAH SWT namun hanya karna kita menginginkan suatu kenikmatan dunia.
ketika sholat yang kita pikirkan hanya dunia. Do’a do’a yang kita panjatkan hanya untuk kepentingan pribadi kita. Betapa hinanya kita, jika ibadah yang kita lakukan selama ini bukan kita tujukan untuk ALLAH SWT namun hanya karna kita menginginkan suatu kenikmatan dunia.
Sama halnya dengan semua perjuangan kita, semua kebaikan yang pernah kita
lakukan, dan semua yang pernah kita korbankan. Akan sangat disayangkan jika
semua itu tidak didasari dengan keikhlasan, bagaikan debu yang
beterbangan.
Dari semua yang saya pelajari sampai detik ini, kehidupan kita tidak hanya
tentang kesabaran, tapi juga tentang keikhlasan. Orang sabar belum tentu bisa
merelakan segalanya.
Bisa saja dia hanya mampu menahan suatu hal untuk sementara, jika ya, ada kemungkinan suatu saat luka itu akan kembali naik ke permukaan. Berbeda dengan keikhlasan. Ustadz Slara pernah bilang “ikhlas itu ibarat kita berak, artinya ya yang udah ya udah ga akan diungkit-ungkit lagi."
Bisa saja dia hanya mampu menahan suatu hal untuk sementara, jika ya, ada kemungkinan suatu saat luka itu akan kembali naik ke permukaan. Berbeda dengan keikhlasan. Ustadz Slara pernah bilang “ikhlas itu ibarat kita berak, artinya ya yang udah ya udah ga akan diungkit-ungkit lagi."
Yah.. ternyata ikhlas merupakan salah satu kunci dari kebahagiaan. Merelakan
semua pengorbanan yang pernah kita lakukan dan semua yang dihadapkan pada diri
kita tanpa mengungkit-ungkitnya lagi. Yang sudah ya sudah, selesai.
Semoga keikhlasan selalu ada di dalam hati kita,
Semoga ketenangan, kebahagiaan selalu bersemayam dan tak akan pernah
hilang..
Selamat berjuang, teman J semangat